Ichwan Yunus Meninggalkan Kampung Halaman (Bagian 2)

Ichwan Yunus Meninggalkan Kampung Halaman (Bagian 2)

\"Ichwan-yunus3\"Setibanya di Bengkulu, Ichwan dan kawan-kawanya hanya beristirahat beberapa hari saja setelah menempuh perjalanan yang jauh yang melelahkan, karena saat ujian telah tiba. Setelah merampungkan ujian Ichwan bersama kawan-kawannya langsung pulang ke kampung halamannya karena bekal selama di Bengkulu sangat terbatas. Sementara menunggu hasil ujian, Ichwan kembali melakukan aktivitasnya membantu pekerjaan orang tua sambil sesekali bermain bersama kawan sebayanya. Kurang lebih dua bulan setelah itu terdengarlah berita bahwa Ichwan masuk dalam nama-nama yang berhasil lulus ujian SR (SD). Mulailah Ichwan menyusun rencana dan persiapan kembali ke bengkulu untuk melanjutkan studinya. Karena jauh sebelum ujian SD Ichwan sudah pernah mengemukakan niatnya untuk melanjutkan studi kepada orang tuanya.  Kedua  orang tuanya sendiri ketika itu tidak menyuruh dan tidak pula melarang, dengan catatan jika nanti ia melanjutkan studinya, maka ia harus siap prihatin karena keterbatasan kemampuan orang tuanya. Maka setelah saat itu tiba tidak kesulitan bagi Ichwan untuk mendapatkan restu dari orang tua dan saudara-saudaranya. Setelah semua persiapan rampung, maka berangkatlah Ichwan bersama beberapa orang temannya untuk kedua kalinya ke Bengkulu. Jika kepergian pertama Ichwan bersama-sama dengan temannya ke Bengkulu hanya untuk beberapa saat, maka kali ini ia pergi untuk waktu yang lama, entah kapan akan kembali lagi. Setibanya di Bengkulu, Ichwan langsung menuju rumah familinya yang bernama Nurbaini yang menikah dengan Hanafi.  Keduanya berasal dari Mukomuko. Hubungan kekeluargaan Ichwan dengan Nurbaini dari segi nasab tergolong sangat dekat.   Nurbaini adalah adik kandung ibunya Ichwan, dalam bahasa Indonesia disebut tante, atau bibi menurut bahasa Bengkulu. Nurbaini sendiri hanyalah ibu rumah tangga yang mengikuti suaminya yang bekerja sebagai perawat kesehatan di Bengkulu. Setelah beberapa hari istirahat sambil belajar beradaptasi dengan suasana kehidupan yang sama sekali asing baginya, barulah Ichwan mendatangi sekolahan tempat ia akan menuntut ilmu. Tidak ada kesulitan bagi Ichwan dalam memilih sekolahan, karena Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) adalah satu-satunya sekolah yang ia tuju setelah mendapatkan informasi dari guru, sanak famili dan handai tolan.  Selain itu Sariani, kakak perempuannya yang sudah terlebih dulu belajar di SGB Bengkulu yang mengetahui keberadaan sekolahan tersebut. Sungguh pun demikian, bukan berarti pilihan SMEP bagi Ichwan karena diarahkan, apalagi disuruh orang di luar dirinya.  Pilihan itu murni dari dirinya sendiri.   Tentu saja banyak perbedaan antara suasana kehidupan di Bengkulu dibanding suasana kehidupan di desa. Walaupun Bengkulu ketika itu masih tergolong tertinggal, belum ada gedung-gedung pemerintahan, belum ada jalan protokol dua jalur, lampu jalan yang gemerlapan, jalan Suprapto sebagai paru-paru kota, apa lagi mall sebagai pusat perbelanjaan modern seperti sekarang ini.  Namun perbedaan jelas sangat jauh dibandingkan dengan kampung halaman Ichwan. Di Bengkulu, Ichwan untuk pertama kalinya menyaksikan Benteng Pertahanan yang kokoh nan megah, dan nisan-nisan kuburan yang aneh peninggalan Inggris. Dan banyak lagi pemandangan-pemandangan lain yang betul-betul asing bagi Ichwan. Namun itu semua tidaklah membuatnya kagum lantas terlena atau membuat lchwan terasa kesulitan adalah kebiasaan hidup sehari-hari di tempat tinggalnya yang baru. Ichwan tidak lagi akrab dengan beruk dan kambingnya, dia tidak lagi berpikir untuk memasang bubu tatkala mendung pertanda hujan akan tiba. Dia tidak lagi bermain sepak bola yang terbuat dari getah karet alam buatan sendiri. Ichwan sekarang adalah seorang remaja kecil yang merantau jauh dari kampung halaman,  jauh dari tatapan orang tua. Dipundaknya terpikul beban dan tanggung jawab yang berat demi sebuah cita-cita untuk kehidupan masa depan yang lebih baik. Pada awal-awal memasuki kehidupan baru sebagai pelajar sekaligus sebagai pembantu rumah tangga di rumah bibinya sendiri, dijalani Ichwan dengan suka cita. Setiap hari Ichwan menjalankan aktivitasnya mulai dari harus bangun subuh dan segera menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, seperti membantu memasak, mencuci,membersihkan dan merapikan rumah. Setelah semuanya selesai barulah ia mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah dengan berjalan kaki menempuh jarak yang cukup jauh dari rumah kediamannya. Sepulang sekolah bukannya mengganti pakaian, makan siang, kemudian bermain seperti anak-anak yang lain.  Namun ia sudah dihadapkan pada bermacam pekerjaan rumah tangga, sesekali Ichwan juga harus mencuci pakaiannya sendiri. Pekerjaan yang cukup berat untuk anak seusia dia adalah mengangkut air bersih untuk keperluan rumah tangga pada setiap pagi dan sore hari dari sumur ke rumah.  Untuk mendapatkan air bersih, ia harus  menempuh jarak lebih kurang 200 meter melalui jalan setapak yang cukup curam. Lain halnya dengan Ichwan, karena sudah terlatih disiplin dan kerja keras dan didorong oleh keinginan yang kuat untuk tidak mengecewakan majikannya, maka ia jalani seolah tanpa merasakan beratnya pekerjaan.(bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: